Berpuisi dalam Cerita
Entah berapa lama ga pernah nulis cerita fiksi lagi, mungkin serbuan bacaan nonfiksi yang 'harus' menjejali pikiranku menggeser imajinasiku. Atau mungkin terlalu malas membaca beberapa novel yang hanya berakhir rapi dilemari tanpa sempat dibaca membuat refrensi nonfiksiku tak lagi berkembang. Tapi hari itu begitu saja aku menulisnya, cerita singkat dari KOBIMO - Kelas Bimbingan Menulis Online-. Akhirnya aku kembali menulis, bahkan saat itu aku menulis dari ponsel. Terkadang sesuatu mesti berjalan tanpa di rencanakan dan melihat hasilnya untuk tersenyum puas, inilah spontanitasku.... :D
Dan ini dia ceritaku....
Penjara ini gelap, penjara ini dingin. Aku
tak tahu apakah segelap itu pula hati ini, yang aku tahu pasti, dia sunyi, tak
lagi secerewet dahulu. Hati ini dahulu selalu berbincang membicarakan tindak
tandukku. Terkadang marah, terkadang memuji atau dia terlalu sering marah
padaku? Ah aku tak ingat, bahkan akupun lupa kapan sunyi ini menjadi kebiasaan
hatiku. Senter di dinding mengerjap, terkesiap, pensil di tanganku jatuh ke
lantai. Aku menghela nafas, sesunyi ini juga penjara, dia bahkan enggan
berdenting saat kayu pesilku menyentuhnya. Kuhela nafasku dalam, pandanganku
menatap kosong sketsa seorang lelaki di kanvas. Lelaki muda dengan mata menyala
mencerminkan semangat jiwanya. "Aku akan mengabdi pada negeri ini !",lantangnya
teriakan lelaki itu berdengung di telingaku. Lelaki itu tampak mempesona di hadapan
ribuan massa yang mengelu-elukannya.
Senter di dinding kembali mengerjap, layaknya proyektor yg mengerjap konstan memutar sebuah film. Kini sketsa laki-laki di kanvas itu bergerak, aku bahkan mendengarnya berbicara. Lelaki di kanvasku tengah mengucapkan sumpah jabatan, bulu kudukku merinding mendengan getar suaranya mengucap sumpah. Aku yakin dia pemimpin yang baik. Pemimpin yang mampu memegang amanat ribuan rakyat yang dipikul di bahunya. Ribuan rakyat yang menggenggam tangannya erat ditiap tinjauan dinasnya. Dia pemimpin yang mendapat cinta rakyatnya.
Senter di dinding kembali berkedip. Kini sedikit lama jeda kedipnya, mungkin baterai lupa tekadnya menyalurkan energi untuk si senter. "Mungkin dia lupa janjinya" ,desah seseorang, entah suara siapa yang terdengar dari kanvasku. Tapi tampaknya sketsa lelaki di kanvasku tak menghiraukannya. Dengan angkuh dia masuk mobil mewahnya seusai peresmian Mall yang entah keberapakalinya memakan lapak pasar traditional. Dia bahkan tertawa puas menemukan amplop makin mengisi kantongnya. Bahkan keluh kesah warga akan sulitnya ekonomi kian membuatnya enggan turun ke pasar-pasar tradisional. Kini sketsa wajah lelaki di kanvasku terlihat angkuh. Dia sibuk menghadiri pesta-pesta pengusaha dan investor yang akan lebih menebalkan kantongnya.
Senter di dinding mengerjap, aku menunggunya kembali menyala. Tampaknya senter di dinding itu membuat kesabaranku habis hingga aku harus memukulnya agar menyala kembali. Aku menatap kanvasku, hey kemana perginya lelaki di sketsaku. Aku mendekat dan meraba kanvasku, aku bahkan mengetuk-ngetuk layaknya pintu. "Aku ingin melihat kisahnya lagi ya Allah",bisikku merapal doa. Doa?, aku tertunduk terkejut. Kapan terakhir kali aku berdoa? "Dulu... dulu sekali saat kamu masih mendengarkanku",sebuah suara terdengar dari kanvasku. Aku mendongak, sketsa lelaki di kanvasku muncul dan menatapku pilu. Bukan, bukan tatapannya! Itu tatapanku... sketsa lelaki di kanvas ini adalah aku. Langkahku gontai menjauhi kanvasku, senter di dinding memproyeksikan sesuatu yang mengerikan. Rakyat menghujatku, tatapan-tatapan kecewa itu begitu menyakitkan. Oh itu adalah diriku dengan tangan terborgol digiring ke KPK.
Senter di dinding tak lagi berkedip. Kini dia memberiku kegelapan sempurna untukku menangis dan menyesali tindakanku. "Penjara ini gelap, penjara ini dingin", bisik hatiku. Aku tersedu-sedu memeluk diriku erat. Oh akhirnya dia kembali....
Lutvia, 06-08-2014
Senter di dinding kembali mengerjap, layaknya proyektor yg mengerjap konstan memutar sebuah film. Kini sketsa laki-laki di kanvas itu bergerak, aku bahkan mendengarnya berbicara. Lelaki di kanvasku tengah mengucapkan sumpah jabatan, bulu kudukku merinding mendengan getar suaranya mengucap sumpah. Aku yakin dia pemimpin yang baik. Pemimpin yang mampu memegang amanat ribuan rakyat yang dipikul di bahunya. Ribuan rakyat yang menggenggam tangannya erat ditiap tinjauan dinasnya. Dia pemimpin yang mendapat cinta rakyatnya.
Senter di dinding kembali berkedip. Kini sedikit lama jeda kedipnya, mungkin baterai lupa tekadnya menyalurkan energi untuk si senter. "Mungkin dia lupa janjinya" ,desah seseorang, entah suara siapa yang terdengar dari kanvasku. Tapi tampaknya sketsa lelaki di kanvasku tak menghiraukannya. Dengan angkuh dia masuk mobil mewahnya seusai peresmian Mall yang entah keberapakalinya memakan lapak pasar traditional. Dia bahkan tertawa puas menemukan amplop makin mengisi kantongnya. Bahkan keluh kesah warga akan sulitnya ekonomi kian membuatnya enggan turun ke pasar-pasar tradisional. Kini sketsa wajah lelaki di kanvasku terlihat angkuh. Dia sibuk menghadiri pesta-pesta pengusaha dan investor yang akan lebih menebalkan kantongnya.
Senter di dinding mengerjap, aku menunggunya kembali menyala. Tampaknya senter di dinding itu membuat kesabaranku habis hingga aku harus memukulnya agar menyala kembali. Aku menatap kanvasku, hey kemana perginya lelaki di sketsaku. Aku mendekat dan meraba kanvasku, aku bahkan mengetuk-ngetuk layaknya pintu. "Aku ingin melihat kisahnya lagi ya Allah",bisikku merapal doa. Doa?, aku tertunduk terkejut. Kapan terakhir kali aku berdoa? "Dulu... dulu sekali saat kamu masih mendengarkanku",sebuah suara terdengar dari kanvasku. Aku mendongak, sketsa lelaki di kanvasku muncul dan menatapku pilu. Bukan, bukan tatapannya! Itu tatapanku... sketsa lelaki di kanvas ini adalah aku. Langkahku gontai menjauhi kanvasku, senter di dinding memproyeksikan sesuatu yang mengerikan. Rakyat menghujatku, tatapan-tatapan kecewa itu begitu menyakitkan. Oh itu adalah diriku dengan tangan terborgol digiring ke KPK.
Senter di dinding tak lagi berkedip. Kini dia memberiku kegelapan sempurna untukku menangis dan menyesali tindakanku. "Penjara ini gelap, penjara ini dingin", bisik hatiku. Aku tersedu-sedu memeluk diriku erat. Oh akhirnya dia kembali....
Lutvia, 06-08-2014
Cerita ini sudah diedit penulisannya. Tapi mungkin masih banyak kesalahan. Aku kerepotan masalah tulis menulis. Terima kasih sudah membaca postingan ini, dan aku akan senang sekali jika ada yang mau memberi kritik atau saran tentang tulisan ini. Jika kamu ingin tahu grup yang aku bicarakan, silahkan klik Kobimo. ^^
Segera bergabung bersama kami S128Cash Bandar Betting Online Indonesia Terpercaya.
BalasHapusDengan menggunakan sistem terbaru dan memiliki fasilitas Terbaik, saya yakin Anda akan merasakan kenyamanan dan kepuasan yang sesungguhnya.
Dan tentunya S128Cash menyediakan semua permainan Populer, seperti :
- Sportsbook
- Live Casino
- Sabung Ayam Online
- IDN Poker
- Slot Games Online
- Tembak Ikan Online
- Klik4D
PROMO BONUS S128Cash :
- BONUS NEW MEMBER 10%
- BONUS DEPOSIT SETIAP HARI 5%
- BONUS CASHBACK 10%
- BONUS 7x KEMENANGAN BERUNTUN !!
Segera bergabung bersama kami dan raih kemenanga Anda.
Hubungi kami :
- Livechat : Live Chat Judi Online
- WhatsApp : 081910053031
Link Alternatif :
- http://www.s128cash.biz
Judi Bola
Cara Main Judi Bola