16 April 2010

Buka Hati

Berkali aku termenung menatap semburat jingga dalam dialog pribadi. Mendengar seteru hati pada sikap yang mulai goyah tuk berpijak prinsip. Ku tak akan munafik untuk menyangkal kalau aku butuh penggantinya. Seorang yang bisa beriku rasa nyaman akan hangat cintanya dan panas kecupnya. Bahkan semua sel pekerja di otakku tengah meraung, menuntut dan berteriak dengan lantang ‘Aku butuh Penggantinya’.
Namun kenapa, titah sang otak tak berefek sedikitpun pada tubuh ini. Darahku tak meletup beri semu merah di pipiku. Cairan kental itu masih mengalir di tempat yang sama. Nadiku tak rewel dengan detaknya, dia tetap seirama. Dan hatiku masih tertutup sempurna.
Rasa kesepian itu memang kerap mengusikku. Menuntut warna baru dalam hidup ini. Jangan pernah bilang aku tak berusaha merubah semua. Menjadikan senja yang kelam seindah sungai bintang. Bukan oleh sepasang mata melainkan berpasang mata yang bergerak selaras.
Aku berusaha. Memasang senyum dan bersikap bodoh menerima kata kata tak beralas dari sang adam yang gencar bersikap manis. Memperhatikan dan mengamati. Berharap ada dia.. sang tubuh pemilik rusuk ini. Tempatku kembali memintal hidup.
Terlalu angkuh dan sombongkah aku ini..
Saat aku mulai jujur pada diriku sendiri. Begitu banyak hampa mengisi hatiku saat aku mulai berakting didepan setiap adam yang terus membuaiku. Senyum palsuku dan penerimaan maya makin membuat nuraniku tersiksa. Seperti ada tonjokan di perutku yang buatku mual saat mendengar kebohongan adam. Karena hatiku tak jua terbuka.
Dia masih tertutup dan terkunci  rapat bagai satu keeping tanpa celah lubang kunci. Sekeras apa kuharus berusaha? Kunci itu tak ada padaku. Q hanya bisa menanti. Mencongkel celah hati agar tak terlalu keras pada diriku sendiri. Berhenti. Berhenti untuk terus menolak.

Semarang
9 April 2010

Tidak ada komentar:

Posting Komentar