16 April 2010

Masa Lalu



Kangen sahabat-sahabatku. Mungkin semua semua mulai terlupakan saat tugas menyerang dan tak ada tempat bersembunyi untuk menghela nafas selain hadapi semua serangannya. Terlupa karena ego dan jarak yang merentang. Terlupa karena kesalah pahaman juga kesombongan yang menghantui. Gengsi yang melonjak tinggi, tak dapat tuk memulai.
Terlupa karena terbuai senyum baru yang yang silih berganti menghapus memori. Semua hal baru yang lebih dekat, terasa mudah genggam tanganku tuk berjalan seiring. Namun saat sadar mengusik ada sisi kosong dalam sudut hati ini. Menyadari sebuah hal penting yang terlupa begitu saja. Sepenting air dalam hidupku, aku membutuhkan sahabat. Tak hanya semua yang mendukungku sekarang tapi juga kau. Sahabat yang mengantarku sampai pada sebuah senyum yang kini kujalani. Sahabat yang tak pernah berkeluh kesah saat hapus tangis yang hadir karena kerikil tajam dalam perjalanku. Sahabat, begitu banyak arti hadirmu dalam hidupku. Sahabat, engkau sahabatku, bukan sekedar kenangan dari masa lalu. Tapi kau adalah pengantarku, hidupku dan masa depanku.
Rindu ini mengusikku, sahabat. Rindu akan seragam sama yang q kenakan bersamamu, tanpa ada perbedaan. Tersenyum, tertawa bersama. Menangis, merengek seirama. Berlagak sok dewasa. Mencoba segala hal baru yang bodoh. Saling menghapus luka dengan memancing tawa yang sering tercekat. Belajar arti hidup.
Kurindukan semua saat itu. Tak mudah untuk mengakuinya bagiku, kau tau hal itu. Dan aku pun tau tak mudah  menghilangkan bekas luka yang tertancap. Terlalu sulit, meski telah mongering luka itu selalu meninggalkan noda. Mungkin sebuah penanda dari kesalahan yang tak seharusnya terulang.
Bisakah bagiku tuk merangkai serpihan kecewa ini. Melekatkannya dan membuatnya satu. Dengan miracle kecil. Mmbuatnya terbaca dan tertulis sahabat?
Q ingin kembali hadir dalam dunia kita, bersama membasuh noda, bersama lengkapi tawa, bersama mengutuki diri atas dosa yang terlanjur nikmat.
Tak akan semudah itu..
Ya tak akan semudah itu semua kembali  seperi masa lalu. Waktu tak akan mengizinkannya. Waktu terlalu bijak untuk membuat segala hal sama. Waktu menginginkan semua yang lebih baik, sahabat. Bukan janjiku tapi janji sang waktu. Kini kuulurkan tanganku. Terbuka menanti sambutanmu. Sahabat, urat tangan ini telah menegang. Meski ludah dan cacian sambutanmu. Dia berjanji padaku tak kan tertarik kembali sebelum membawa senyum uluran tanganmu yang menyambutku. Fin
                        Semarang,
10 April 2010

Tidak ada komentar:

Posting Komentar